PERAN GURU DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA DIGITAL

Wahyu Nur Hidayati

 

 Melek teknologi di era digital adalah sebuah keharusan. Teknologi sudah merambah ke semua lini kehidupan. Teknologi juga selalu berkembang mengikuti majunya kebutuhan kehidupan manusia. Maka mau tidak mau, sebagai seorang guru dan pendidik tidak akan bisa melepaskan diri dari teknologi. Terlebih lagi di era digital ini kehadiran digital yang berupa kemudahan jaringan internet bisa kita nikmati untuk memperoleh informasi apa saja dalam hitungan detik. Sebagai seorang guru yang profesional, maka kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman. Peran guru sejatinya tidak bisa tergantikan, namun guru yang tertidur, akan tergerus oleh lajunya teknologi. Untuk itu, guru harus cerdas dan menjadikan fitur-fitur teknologi di era digital ini menjadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan oleh siswa sebagai sarana belajar. Guru pulalah yang berperan besar dalam penguatan pendidikan karakter, sehingga kemajuan teknologi akan membawa dampak positif bagi siswa.

 Kata Kunci: Era Digital, Pendidikan Karakter, Peran Guru


1.      PENDAHULUAN

Naluri manusia adalah ingin bertahan hidup. Perkembangan jaman dari masa ke masa telah membuktikan, bahwa manusia membutuhkan karakter dan keterampilan tertentu agar bisa bertahan hidup. Pada masa prasejarah, tentulah yang kuat yang mampu bertahan hidup. Kemudian pada masa bercocok tanam, yang mampu bertahan hidup adalah mereka yang telaten dan sabar. Adapun di era modern ini, bukan lagi yang kuat yang mampu bertahan, namun manusia yang terampil, kreatif dan mampu mengendalikan dirilah yang akan bisa bertahan hidup. Di era teknologi sekarang ini dikenal dengan era digital, kemajuan teknologi terasa cepat sekali, termasuk di dalam dunia pendidikan. Belum selesai guru belajar bagaimana mengoperasikan HP android, guru sudah dipetakan dalam komunitas belajar online untuk belajar secara daring, sehingga guru jaman now mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.

Era digital adalah istilah yang di gunakan dalam kemunculan digital, jaringan internet khususnya teknologi informasi komputer. Era digital sering di gunakan untuk menggambarkan teknologi digital (Wikipedia). Sedangkan menurut Kamus Oxford Advanced Learner's Dictionary 7th Edition kata digital memiliki arti using a system of receiving and sending information as a series of the numbers one and zero, showing that an electronic signal is there or is not there. Dari definisi di atas terdapat kalimat the numbers one and zero yang berarti angka 1 (satu) dan 0 (nol). Kedua angka inilah dalam istilah lain disebut binary yang dalam kamus yang sama memiliki definisi using only 0 and 1 as a system of numbers. Dari pengertian era digital tersebut, maka era digital ini tidak akan lepas dengan Teknologi Informasi Komputer (TIK) dan jaringan internet.

Bagi dunia pendidikan, perkembangan teknologi bisa menjadi peluang maupun ancaman. Para pendidik mesti punya siasat khusus untuk mengendalikan kecanggihan teknologi dalam dunia pendidikan ini. Sebelum teknologi digital masuk ke dunia pendidikan, terkadang siswa masih diwajibkan mencatat. Referensi dari tugas yang diberikan guru biasanya bersumber dari buku-buku pengayaan, sehingga siswa harus rajin membaca. Berbeda setelah era digital ini masuk dalam kehidupan. Siswa jaman now serasa memiliki akses referensi yang tak terbatas. Contohnya ketika siswa diberi tugas untuk mencari sejarah Pangeran Diponegoro. Cukup menggunakan keyword Pangeran Diponegoro, maka akan muncul banyak sekali tulisan tentang Pangeran Diponegoro tersebut. Ini dilakukan dalam hitungan detik. Siswa pun akan tertawa bahagia ketika guru menugaskan mencari contoh tumbuhan langka di dunia, karena siswa bisa mengunduh gambar-gambar tumbuhan langka dan diprint sesuai dengan tugas yang diberikan.

Tidak hanya hal-hal tersebut di atas, beberapa tantangan di era digital yang nampak dalam kehidupan sekarang ini menurut Widiati (2017) antara lain adalah:

a.       Renggangnya hubungan dan keakraban berkurang karena berubahnya pola hubungan. Sebelumnya manusia berhubungan dengan manusia lain melalui komunikasi lisan, mengobrol, menulis surat, dll. Di era digital ini, komunikasi hubungan tak mengenal ruang batas dan waktu. Orang Indonesia bisa menjalin hubungan dengan orang dari luar negeri melalui media sosial.

b.      Berkurangnya kedekatan emosi dengan orang di sekitarnya merupakan tantangan yang menyebabkan berkurangnya kepekaan, emosi, empati. Orang jaman sekarang akan lebih suka memainkan HP nya entah mengecek media sosialnya atau karena mencari informasi lain daripada mengobrol dengan orang yang duduk di sebelahnya. Sering kita lihat meme-meme yang menyindir bagaimana people in nowdays, ketika ada orang tabrakan, yang pertama dilakukan adalah mengambil HP dan mengabadikan kecelakaan tersebut, bukan menolong orang yang tertimpa kecelakaan.

c.       Kecepatan informasi baru dalam hitungan detik adalah tantangan bagi kesabaran, ketekunan, dan pemahaman terhadap proses. Orang jaman sekarang akan lebih suka bertanya pada google, sebagai mesin pencari yang sangat lengkap dan cepat menjawabnya daripada membaca buku atau bertanya pada orang lain. Demikian pula dengan para siswa. Proses yang cepat ini, harus disertai pemahaman yang benar, agar fungsi digital benar-benar bisa dimanfaatkan untuk kebaikan.

d.      Luasnya jaringan merupakan tantangan bagi antisipasi dan efek tindakan. Luasnya jaringan di era digital tidak terbatas ruang dan waktu, siswa bisa mengakses apapun dengan sangat mudah. Hal ini harus disertai pengendalian diri yang kuat agar tidak mengakses sembarangan.

e.       Multiple information dalam satu waktu adalah tantangan bagi kemampuan konsentrasi, prioritas, keputusan, dan kendali emosi. Hal ini sangat membutuhkan pendampingan dari orang dewasa apalagi jika siswa baru mengenal internet karena jiwa mencari tahu siswa masih besar.

Adapun menurut Wamo (2014) hal-hal yang menjadi tantangan dalam masalah pendidikan akibat dari perkembangan tekonolgi digital yang sulit dibendung adalah:

a.       Interaksi Tatap Muka Semakin Jarang

Segala hal di era digital ini akan sangat dimudahkan, bahkan jarak jauh dan dekat nyaris tidak dapat dibedakan sehingga kenyamanan akan benar-benar dirasakan oleh kedua belah pihak. Tapi sayang, kenyamanan tersebut justru akan memicu untuk mengurangi interaksi yang biasa terjadi antara orang tua dan anak-anaknya, guru dengan siswanya, atau siswa dengan temannya. Ketika orang tua/guru tidak memiliki interaksi yang intensif dengan anak maka ekspresi muka pun sulit untuk dideteksi yang akhirnya akan memudahkan anak untuk tidak berkata jujur yang akhirnya melakukan pembicaraan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan sering terjadi.

b.      Kemampuan Membaca Akan Menurun

Walaupun buku-buku elektronik sangat banyak dan setiap hari siswa akan bertemu langsung dengan artikel-artikel di internet tapi ketertarikan anak untuk membaca sangatlah kecil sehingga akan berefek pada kemampuan membaca yang menurun. Hal ini dikarenakan buku-buku digital atau buku-buku elektronik lebih banyak menampilkan gambar visual yang lebih menarik dibandingkan dengan buku cetak sehingga anak akan lebih tertarik untuk melihat gambar visual daripada membaca.

c.       Jejaring Sosial Akan Membunuh Kehidupan Sosial.

Mungkin jejaring sosial akan mampu mempertemukan teman lama yang sudah terlupakan atau justru yang sedang dicari tapi efek lain yang terjadi adalah anak yang memiliki akun jejaring sosial memiliki kecenderungan mengurangi kehidupan sosial yang sesungguhnya. Hal ini tentunya sangat berbahaya yang akan berefek pada emosi anak yang tidak stabil dan tidak memiliki sopan santun karena lebih sering berekspresi melalu tulisan dibandingakn berperilaku.

d.      Butuh Waktu Lebih Banyak Untuk Didampingi

Ada banyak situs di internet yang tidak memiliki filter untuk anak-anak sehingga anak-anak akan dengan mudah mengaksesnya. Syukur-syukur kalau situs tersebut merupakan situs edukasi yang baik tapi jika situs tersebut merupakan situs yang tidak baik maka akan berbahaya bagi anak. Maka dari itu orang tua/guru harus intensif mendampingi agar anak tidak terjerumus pada perkembangan era digital yang salah padahal orang tua jaman modern memiliki aktifitas yang sangat ketat dan memiliki waktu sangat sedikit untuk memantau anak anak.

Masalah-masalah karena era digital sangat banyak apalagi jika era digital disikapi dengan apatis, masa bodoh atau sikap tidak mau berubah, amka efeknya akan semakin kompleks. Secara garis besar, beberapa masalah yang timbul akibat era digital ini antara lain adalah:

a.   Kecanduan gadget, biasanya dialami oleh pengguna HP yang memiliki fitur-fitur menggiurkan dan lengkap.

b.      Kecanduan games. Hal ini sering dialami siswa laki-laki.

c.       Pornografi.

Pornografi jangan sampai dilihat oleh siswa/anak kita. Siswa belum cukup umur melihat pornografi akan berdampak pada psikologis dan mentalnya.

d.      Cyber bullying.

Menurut Wijaya (2015), cyber bullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami oleh anak atau remaja dan dilakukan teman seusia melalui dunia internet atau dengan bantuan teknologi. Cyber bullying merupkan kejadian manakala seorang anak atau remaja diejek, dihina, diintimidasi atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet atau teknologi digital seperti telepon seluler dan sosial media.

Cyber bullying dianggap valid apabila pelaku dan korban masih di bawah umur 18 tahum dan secara umum belum masuk dalam kategori dewasa. Sedangkan apabila satu pihak yang terlibat atau keduanya sudah berusia dewasa, maka kasus kekerasan yang terjadi di kategorikan sebagai cyber crime atau cyber stalking dan cyber harassment. Bentuk kekerasan dengan metode cyber bullying ada beragam. Misalnya melakukan ancaman melalui surat elektronik (email), mengunggah photo yang di sengaja untuk mempermalukan korban, membuat situs web untuk menyebar fitnah dan mengolok-olok korban, hingga mengakses akun jejaring sosial orang lain untuk mengancam korban dan membuat masalah.

e.       Kurang fokus belajar.

Siswa yang kelebihan di depan komputer, menjadi kurang fokus belajar. Pikiran mereka ada di komputer. Jika main games, maka bagaimana caranya bisa menang. Jika memainkan mesos, maka pikirannya akan memikirkan apalagi yang bisa diupload.

f.        Kurang sabar dalam berusaha.

Hal ini disebabkan karena pengguna internet akan cepat sekali memperoleh informasi.

g.      Ingin yang cepat (instant).

Kebiasaan memainkan internet, menyebabkan siswa ingin yang cepat/instan

h.      Narsisme, sebentar-sebentar selfi, wefie, lalu diupload.

i.        Egoisme, rasa ke-aku-annya tinggi.

j.        Kurang komunikasi dengan sekitar, karena lebih tertarik dengan gadgetnya daripada dengan sekitarnya.

k.      Empati berkurang.

Siswa lebih menyukai bermain HP daripada bermain bersama teman-temannya.

Era digital memberikan banyak manfaat tidak hanya di dunia pendidikan. Beberapa manfaat perkembangan tekonologi digital bisa kita amati di dunia:

a.       Kedokteran, misalnya operasi jantung, otak, rekonstruksi, pembelajaran.

b.      Manajemen dan administrasi, seperti dalam pusat-pusat perniagaan, digital sangat penting.

c.       Bisnis, contohnya jualan online, youtuber, endorse, dll

d.      Pendidikan, banyak sekali aplikasi pendidikan yang dikembangkan berbasis teknologi

e.       Seni, contohnya animasi, desain grafis dll.

f.        Sosial, misalnya pertemanan lintas negara, pemahaman budaya, bahsa, dll

g.      Angkatan militer, misalnya untuk perang, spionase, pemetaan, dll.

h.      Psikoterapi, misalnya phobia, emosi, konsep diri, dll bisa dikurangi melalui teknologi.

Dari paparan di atas, bisa dibayangkan bagaimana jika guru tidak beradaptasi dengan kehadiran teknologi ini. Bisa jadi peran guru akan tergantikan oleh teknologi. Padahal peran guru itu tidak boleh tergantikan oleh teknologi, terutama peran dalam pendidikan karakter yang hanya bisa dilakukan oleh guru, keluarga dan lingkungan sekitar.

 2.      PERAN GURU DI ERA DIGITAL

Pembelajaran menggunakan TIK dilatarbelakangi oleh teori Didactic Tetrahedron (Olive & Makar, 2009). Dalam Didactic Tetrahedron, digambarkan seperti limas segitiga, dimana kedudukan siswa di puncak limasnya. Ditopang oleh tiga titik sudut alasnya, yaitu guru, tugas, dan teknologi. Dalam pembelajaran, siswa seharusnya sebagai subjek yang akan mengkonstruksi dan mengeksplore pengetahuannya, dibantu oleh guru, tugas, dan teknologi. Peran guru dan teknologi sangat penting, karena tanpa satu titik sudut alas, maka limas segitiga tak akan terbentuk. Teknologi berkembang secara terus menerus. Dalam pendidikan Indonesia, TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dimasukkan dalam Kurikulum. Dalam KTSP, disebutkan bahwa untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan TIK seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.

TIK diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran yang tidak bisa diselesaikan dengan tangan manusia. Dalam Kurikulum 2013, tidak ada mata pelajaran TIK, tetapi TIK digunakan sebagai sarana atau media pembelajaran. TIK digunakan di semua mata pelajaran, sehingga perannya sangat penting. Kurikulum 2013 didesain untuk menyediakan pendidikan yang diharapkan dapat mengantarkan siswa menghadapi era digital dengan baik. Abad 21 ini, ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat sehingga pekerjaan yang bersifat rutin akan mulai tergantikan oleh mesin. Namun ada yang tidak bisa tergantikan oleh mesin yaitu pekerjaan yang menuntut pemikiran pakar dan komunikasi kompleks. Oleh karena itu, pembelajaran abad 21 ini menempatkan siswa menjadi siswa yang kreatif sehingga pembelajarannya pun seyogyanya juga mengakomodasi proses-proses eksplorasi-elaborasi-konfirmasi dan meliputi pembelajaran yang memuat aspek 5M (saintifik). Oleh karena itu, pemanfaatan TIK menjadi modal awal agar sukses dalam kurikulum 2013.

Hadirnya teknologi ini dalam pendidikan memberi warna bagi pembelajaran, namun juga membutuhkan kesiapan guru dalam menguasai IT dan kelengkapan sarana prasarana yang mendukung teknologi tersebut. Literasi TIK ini menjadi salah satu ciri dari abad 21 di bidang pendidikan di mana pemanfaatan media komputer dan internet yang bukan lagi menjadi hal mengagumkan. Para ahli banyak mengembangkan media-media berbasis komputer, seperti GeoGebra, Cabri, Videoscribe, dll. Masih banyak aplikasi atau media pembelajaran berbasis TIK sehingga di era digital ini guru-guru harus siap memanfaatkan media tersebut dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, guru sebagai motivator, pembimbing dan juga orangtua kedua siswa harus mampu memfilter dampak hadirnya teknologi ini. Guru harus bijaksana memberi pengertian kepada siswa agar teknologi ini tidak merusak melainkan membantu mengembangkan potensi kita. Hal ini seiring dengan adanya gerakan Pendidikan Penguatan Karakter yang digalakkan oleh pemerintah.

Peran guru tidak akan tergantikan dengan teknologi. Pak Anies (Baswedan) mengatakan, guru yang akan diganti oleh teknologi itu adalah guru yang bukan pendidik, tukang mengajar, yang hanya memberi materi. Menurut Itje (2016), untuk menghadapi tantangan mengajar di era digital, para guru harus punya literasi digital yang baik. Artinya, pendidik bukan hanya memiliki berbagai perangkat teknologi masa kini, tetapi tahu bagaimana cara yang baik dan benar dalam menggunakannya.

Untuk menjawab tantangan mengajar di era digital, guru perlu meyakini bahwa teknologi bukanlah perangkat yang utama dalam kegiatan mengajar. Meski teknologi bisa melakukan segala hal, peran guru untuk mencetak siswa berkualitas di Indonesia tetap yang paling penting. Masih menurut Itje, sebuah prinsip yang wajib dipegang para guru. Prinsip tersebut nantinya menentukan sikap guru pada teknologi sebagai sarana mengajar. "Teknologi itu alat, bukan tujuan. Bukan akhir, tapi awal. Penggunaan teknologi diharapkan meningkatkan engagement. Dengan teknologi internet, siswa sudah membaca materi pelajaran setelah diunduh. Nantinya di kelas, guru bukan lagi menerangkan tetapi mengajak anak untuk berpikir kritis," Itje (2016).

Karakter guru yang diharapkan di era digital ini adalah karater yang:

a.       Open minded, yaitu guru berpikiran terbuka, memahami, kritis, belajar dan beradaptasi dengan perubahan teknologi. Guru mampu merubah cara pandangnya terhadap perkembangan teknologi. Dia tidak antipati, tetapi juga tidak addict terhadap teknologi.

b.      Memahami kemajuan teknologi dan manfaatnya dalam pendidikan. Guru menjadikan teknologi sebagai sarana belajar. Teknologi bisa menjembatani keinginan siswa untuk belajar. Guru mampu memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran sehingga pembelajarn tidak kaku dan sesuai dengan jaman anak sekarang. Misalnya guru bisa memanfaatkan media sosial yang dimiliki siswa (misalnya facebook) untuk sarana berbagi ilmu dan diskusi mengerjakan tugas.

c.       Mengantisipasi dampak negatif. Guru menyadari dampak dari pesatnya teknologi ini. Guru mengantisipasi hal-hal yang menyebabkan siswa justru tenggelam dalam keasyikan yang diberikan oleh dunia digital. Hal yang bisa dilakukan guru antara lain dengan bekerjasama dengan orangtua siswa dalam mengontrol penggunaan teknologi.

d.      Kreatif memanfaatkan media jaman digital dengan model komunikasi yang lebih now. Guru sekarang harus ikut “gaul”. Guru menempatkan diri sebagai rekan sekaligus pembimbing siswa. Jika gurunya gaul dan kreatif, maka siswa akan lebih respect dan materi menjadi mudah tercerna.

e.       Teladan yang baik. Cara ampuh untuk membimbing dan menanamkan karakter yang baik bagi siswa adalah dengan pembiasaan dan teladan yang baik pula. Siswa adalah peniru, jika yang ditiru baik, maka siswa pun menjadi baik.

Adapun peran guru sebagai pendidik menurut Widiati (2017) adalah:

a.       Mengubah cara pandang terhadap perkembangan teknologi. Guru harus memandang bahwa kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tida bisa dihindari, sehingga hadapi, adaptasi, dan lalui dengan baik melalui:

-          Pendekatan dan komunikasi

-          Cara berfikir

b.      Memahami karakteristik gadget dan fiturnya.

Guru perlu sekali memahami karakteristik gadget dan fitur-fiturnya agar:

-          Guru bisa belajar memanfaatkan untuk diri sendiri agar tidak tertinggal jaman

-          Memanfaatkan media sosial yang digunakan siswa sehingga guru bisa memanfaatkan untuk belajar. Contohnya antara lain belajar melalui diskusi grup dalam facebook, watsapp, dll. Guru juga rajin memanfaatkan aplikasi pembelajaran, seperti Geogebra, cabri, dll. Web pemerintah yang berisi bahan ajar seperti sumber belajar, LKS, ruang laboratorium juga bisa dimanfaatkan guru.

c.       Memahami dan memenuhi tugas perkembangan sesuai usia

-          Pada usia pra sekolah, tugas perkembangan siswa adalah pada motorik halus, contohnya banyak menggambar, melukis, prakarya atau menggunting

-          Pada usia sekolah, tugas perkembangan siswa fokus pada kognitif, contohnya banyak bertanya, diskusi, dll.

-          Pada usia SMP, maka tahap perkembangan yang dominan adalah pada sosialisasi, seperti banyak berteman, berorganisasi, dll

-          Sedangkan pada usia SMA, siswa cenderung suka pada sosialisasi, berfikir kritis dan pemecahan masalah. Seperti ketika diskusipenelitian, project kelopok, dll.

d.      Mengembangkan komunikasi efektif

Cara mengembangkan komunikasi efektif ini antara lain dengan cara:

-          Bangun rapport dengan mengembangkan level berfikir yang sama

-          Banyak menyimak daripada memberi nasihat

-          Manfaatkan vakog misalnya visual untuk memudahkan pemahaman abstrak, bernyanyi atau bergerakdan beraktivitas.

-          Fokus pada kelebihan daripada kekurangan

Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa peran guru dalam era digital sangat penting. aspek yang harus dikembangkan dari siswa meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga peran guru sangat penting adalah sebagai uswatun hasanah dalam ketiga aaspek tersebut.

 3.         PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA DIGITAL

Pendidikan Indonesia mengalami beberapa kali perubahan kurikulum. Kurikulum demi kurikulum dievaluasi penerapannya di Indonesia. Salah satu hal yang menjadi fokus pada perubahan kurikulum adalah pendidikan karakter. Mulai tahun 2010 an, pendidikan karakter mulai diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran sekolah. Pendidikan karakter perlu ditanamkan, ditumbuhkan, dikuatkan, dan dijaga agar menjadi kebiasaan dan mendarah daging sebagai karakter kepribadian yang diharapkan. Insan-insan yang cerdas dan berbudi pekerti mulia sangat diperlukan untuk membangun Indonesia menjadi bangsa yang lebih gemilang. Penguatan pendidikan karakter ini dikuatkan di sekolah melalui penanaman kebiasaan yang baik serta berbagai kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung penguatan pendidikan karakter. Peran lingkungan sosial juga tak kalah besarnya dalam penguatan pendidikan karakter ini. Namun yang paling utama, pendidikan karakter diawali dan dikuatkan di rumah karena sebaik-baik madrasah adalah madrasah ibu dan keluarganya.

Pada tahun 2010 Pendidikan Karakter telah menjadi Gerakan Nasional yang diimplementasikan dalam berbagai tingkatan sekolah. Pada tahun 2015 proses pembiasaannya dikuatkan dengan Permendikbud No 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dan saat ini gaung Penguatan Pendidikan Karakter kembali hangat, dimana secara resmi dituangkan dalam surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 21042/MPK/PR/2017 tentang Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter. Konsep dasar penguatan pendidikan karakter yang kembali digaungkan pada tahun 2017 ini adalah penguatan lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas. Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Strategi implementasinya dapat dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler, kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.

Menurut Megawangi (2003), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yag berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yangdilahirkan suci dapat berkembang segara optimal. Meskipun, keluarga merupakan salah satu aspek mikro yang mendukung dan berperan dalam pengembangan karakter anak, dibandingkan dengan aspek lain yang bersifat makro seperti sekolah, media massa, lingkungan, dan teman sebaya, namun, pengembang karakter anak yang dilakukan oleh keluarga dapat menjadi pondasi dasar bagi anak dalam melakukan interaksi sosial diluar rumah.

Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran akan berpengaruh pada karakter siswa. Pemanfaatan TIK di era digital tentu akan memiliki sejumlah dampak, baik itu positif dan negatif. Dampak positif, tentu saja, siswa menjadi lebih luas pengetahuan, lebih kreatif dan lebih maju. Siswa menjadi lebih mudah menemukan sumber belajar, sehingga belajar tidak harus dari buku saja. Informasi melalui teknologi lebih luas jangkauannya dan lebih cepat mengaksesnya. Siswa menjadi tahu bahwa yang bisa menggunakan komputer tidak hanya para pekerja kantoran, siswa pun bisa belajar dengan komputer. Bahkan HP pun sekarang bisa dimanfaatkan untuk sarana belajar dan mengajar. Dengan memanfaatkan TIK sebagai sarana mengajar, guru menjadi terbantu, karena sumber belajar bisa ditayangkan di depan kelas dengan bantuan komputer. Siswa bisa leluasa mengamati. Di sini peran guru juga harus lebih kreatif lagi, sehingga pemanfaatan TIK dalam pembelajaran menjadi menyenangkan bukan membosankan.

Di sisi sebaliknya, jika tidak dikontrol, siswa akan menjadikan teknologi ini sebagai dewa, mereka lupa waktu, atau bahkan menggunakan teknologi untuk hal-hal yang tidak baik (melihat tayangan porno, belajar menghacker, dll). Sangat wajar jika siswa kita keingintahuannya begitu besar. Ketika sudah berada di depan komputer atau di warnet, keinginan untuk berselancar mencari apa pun yang baru tak bisa kita elakkan. Itulah sifat mereka. Mereka akan banyak belajar dari informasi yang diperoleh dari internet. Jika informasi yang diperoleh baik, maka akan memperkuat pondasi pengetahuan siswa. Namun jika informasi yang diperoleh menyesatkan, maka inilah yang dikhawatirkan. Kita tidak akan rela, jika siswa kita terjerumus dalam kejahatan dan kehilangan arah hanya karena informasi menyesatkan yang mereka dapat dari komputer dan internet.

Fenomena ini tidak hanya kita khawatirkan pada siswa kita di jenjang pendidikan dasar dan menengah atas saja, bahkan pada jenjang pendidikan tinggi pun banyak generasi kita yang justru terjebak dalam kemunculan digital ini sehingga menjadikan manusia menjadi tidak manusiawi seperti menurun bahkan hilangnya etika, moral, dan budaya. Contoh sederhana, saat dosen tengah menjelaskan materi tidak sedikit mahasiswa yang asyik bermain dengan gadgetnya; cek twitter, update path dan lain-lain tanpa peduli bahwa dosen yang sedang menjelaskan atau berbicara. Inilah sebuah etika tidak lagi menjadi prioritas. Hal-hal semacam inilah yang tidak kita inginkan.

Karakter positif yang dibutuhkan di era digital adalah sebagai berikut:

a.       Disiplin

b.      Tanggungjawab

c.       Mandir

d.      Tekun

e.       Kerjasama

f.        Keatif

g.      Empati

h.      Komunikatif

i.        Kendali emosi

j.        Prioritas

Sedangkan contoh implementasi dalam pembelajaran menurut Widiati (2017) antara lain:

a.       Menciptakan project yang menarik, memberikan pengalaman menjalani proses, berbatas waktu, memiliki konsekuensi

b.      Tugas mandiri dan kelompok dengan aturan jelas, sehingga siswa bisa mempertanggungjawabkan.

c.       Menciptakan aktivitas relasi interaktif pada siswa baik secara langsung maupun daring

d.      Membimbing pengelolaan emosi melalaui kegiatan aktivitas sosial

e.       Mengajarkan anak menunda respon (copas, comment, reply comment) dan mengantisipasi akibat dari suatu tindakan

f.        Tidak mudah terpengaruh dengan informasi baru

g.      Bisa memilih hal-hal yang penting dan kurang penting.

Oleh karena itu, dalam era digital ini, pemanfaatan TIK dalam rangka penguatan pendidikan karakter tetap harus dikawal oleh kita, yaitu guru dan orangtua beserta lingkungannya. Mengacu pada nilai-nilai etika, moral dan budaya inilah maka tantangan terbesar di era digital ini adalah bagaimana individu-individu dapat siap dalam menerima era budaya digital ini dengan arif dan bijaksana tanpa merusak tatanan moral dalam diri kita. Selain itu, bagaimana membuat individu berfikir cerdas dalam kemunculan era budaya digital, sehingga era digital budaya tidak akan membuat kemunduran nilai-nilai manusia itu sendiri, melainkan dapat membangun generasi-generasi milenial yang taat beragama, cerdas, berbudi pekerti mulia, dan tidak gagap teknologi yang akhirnya bisa bersaing di dunia internasional tanpa harus meninggalkan karakter kita sebagai orang ketimuran.

 4.      PENUTUP

Perkembangan jaman tidak bisa dihindari. Pesatnya teknologi yang hadir dalam dunia pendidikan harus disikapi dengan bijak. Dalam hal ini, gurulah yang harus beradaptasi dengan kemajuan teknologi, agar bisa memahami teknologi digital yang diminati siswa dan memanfaatkannya dalam pembelajaran. Jangan sampai guru masih berada di abad ke-20, tetapi siswa sudah berada di abad ke-21. Hal tersebut akan mengganggu keberlangsungan pembelajaran. Era digital memiliki aspek tak terbatas, tidak mengenal ruang dan waktu, sehingga peran guru sangat besar dalam penguatan pendidikan karakter, terlebih lagi di era digital ini. Guru berkewajibkan memfilter, membimbing, dan mengarahkan siswa agar kemajuan teknologi membawa manfaat dalam pembelajaran dan berefek jangka panjang hingga masa depan siswa.

 

DAFTAR PUSTAKA

en.wikipedia.org

Itje, C. (2016). Tipe Guru yang Siap Hadapi Tantangan Mengajar di Era Digital. Disampaikan dalam Konferensi Nasional Guru Quipper 2016 di AXA Tower Kuningan, Jakarta, Minggu

Megawangi, R. (2003). Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani. IPPK Indonesia Heritage Foundation. Yogyakarta: Liberty.

Olive, J. & Makar, K. (2009). Mathematical knowledge and practices resulting from access to digital technologies. The Netherlands: Springer

Oxford Advanced Learner's Dictionary 7th Edition. Oxford: Oxford University Press

Permendikbud No 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti

Surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 21042/MPK/PR/2017 tentang Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter

Wamo. (2014). Era Digital Yang Menjadi Tantangan Dalam Pendidikan Anak. Diakses dari https://era-digital-yang-menjadi-tantangan-dalam-pendidikan-anak.html pada tanggal 17-11-201

Widiati, Y. (2017). Pengembangan Karakter Adaptif di Era Digital. Pustekkom [disampaikan dalam Seminar Literasi TIK, Rabu, 15-11-2017]

Wijaya, S. (2015). Apa Itu Cyber Bullying Dan Contoh Cyber Bullying. Diakses di http://www.internetcepat.com/apa-itu-cyber-bullying-dan-contoh-cyber-bullying/ pada tanggal 17-11-2017

 

 LAMPIRAN

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Punya TV Ga Wajib Lo...

Mengenang jaman ABG

Melihat Pelaksanaan Full Day School